Archive for August, 2019

What? Pustakawan kayak tempe? Ouppsss,…… jangan emosi. Lagi-lagi ini hanya selorohan saya yang kebanyakan membaca sosmed mengenai mahalnya tempe. Sampai-sampai katanya tembus diharga Rp. 80 juta. Tempe lho,…. Ahhh….., itu kan trending topik di media sosial yang jauh dari implementasi tempe beneran.

Tempe itu, jangan disepelekan. Dia memiliki manfaat yang super banyak. Katanya sih makanan rakyat, tapi nggak juga sih. Fakta membuktikan tempe dikonsumsi oleh rakyat jelata sampai dengan Presiden sekalipun. Itu semua terjadi karena penampilan tempe yang biasa saja, tapi manfaatnya yang luar biasa. Begitu juga pustakawan yang syarat manfaat dalam keilmuan untuk membangun masyarakat.

Mari kita bahas bersama . di tempat saya, tempe itu ada 3 macam, yaitu tempe mondhol, tempe mateng dan tempe semangit. Termasuk tempe macam apakah kita, mari kita simak:

  1. Pustakawan fresh graduate itu bagaikan “tempe mondhol”

Pustakawan yang baru lulus itu ibarat tempe yang belum jadi. Apakah enak? Enak banget, tergantung bagaimana memasaknya. Tempe mondhol akan menjadi sangat favorit bila dimasak mendoan (tempe tepung). Semua tergantung koki yang akan mengolahnya sesuai dengan cita rasa dan karsa. Bila sang koki memasaknya dengan penuh cinta pasti akan menghasilkan suguhan tempe yang luar biasa. Rasanya nikmat, pulen dan sangat nagih di mulut. Pustakawan baru pun demikian. Dia masih belum matang. Baru memiliki teori dan masih minim ilmu prakteknya. Tapi jangan salah, bila instansi dia mau membumbui dengan pengembangan ilmu tambahan, maka dia kan menjadi pustakawan muda yang tangguh luar biasa.

  • Pustakawan bagaikan “tempe mateng”

Bukan bermaksud merendahkan profresi pustakawan, yang kemudian saya ibaratkan seperti tempe.  Ini hanya sebuah perumpamaan karena tempe saya pandang memiliki manfaat dan kegunaan yang hampir tak terbatas. Tempe memiliki manfaat antara lain: sumber protein yang lebih kaya dibanding daging, suber kalsium setara dengan susu sapi, satu-satunya sumber vitamin B12 dari nabati dan bahkan dapat berfungsi sebagai anti oksidan dalam tubuh manusia. Begitu luar biasa manfaatnya bukan? Dari segi kegunaan, tempe yang sudah mateng itu dapat dijadikan banyak sekali olahan. Dari tempe garit, tempe gimbal, oseng tempe, kripik, bacem, nuget dan masih banyak lagi yang kesemua itu enak sekali untuk dilahap. Begitu juga pustakawan kita. Pustakawan memiliki banyak sekali manfaat untuk masyarakat. Dan bahkan memiliki kegunaan yang merata bagi masyarakat di Indonesia. Dari rakyat jelata sampai Presiden pun membutuhkannya.

  • Pustakawan pensiun bagai “tempe semangit”

Di kampung saya, istilah tempe semangit merupakan persamaan dari kata mendekati busuk. Lho kok pustakawan pensiun dibusuk-buskin? Mohon maaf, sekali lagi ini hanya untuk perumpamaan. Jangan disepelekan juga tempe semangit. Resep nenek moyang yang diajaran turun temurun mengatakan bahwa tempe semangit itu merupakan bumbu penyedap yang super canggih. Selain masakan terasa lebih legit, tempe semangit juga bermanfaat untuk melemaskan syaraf-syaraf kaku bahan masakan sehingga masakan terasa lebih nikmat dan bertekstur lembut. Begitu juga pustakawan yang pensiun. Apakah mereka tidak bermanfaat? Salah. Mereka bisa menjadi bermanfaat dengan tetap mencintai ilmu kepustakawanan. Mereka bisa menjadi konsultan baik dalam instansi pemerintah, swasta maupun kemasyarakatan. Biarpun mereka pensiun tetapi masih tetap bisa berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mungkin pandangan saya sangat sempit dan terkesan memaksa. Ini hanyalah ungkapan hati saya yang baru belajar dunia kepustakawanan, namun sangat mencintai makanan khas Indonesia yaitu tempe. Tempe yang sangat bermanfaat untuk kesehatan bangsa. Bahkan            Prof. Dr. Yati Soenarto PhD, SpAK dari FK UGM pernah mendapatkan Award dokter anak terbaik se Asia karena meneliti manfaat bubur tempe untuk menanggulangi diare.

Besar harapan saya, semoga pustakawan Indonesia dapat meneladani filosofi tempe seperti yang saya gambarkan. Pustakawan yang multitasking, cerdas, dan berdedikasi yang bermanfaat untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Salam literasi.

Menggelitik bukan?  Iya, ini sangat menarik. Kenapa pustakawan disebut singkong? Ini adalah sebuah perumpamaan yang saya temukan dalam kehidupan saya sebagai pustakawan. Berawal dari pertemuan singkat saya dengan seorang alumni kampus yang saat ini bergelar dokter spesialis anak di kota lampung, saat beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengikuti acara call for pappers dalam Semiloka Nasional Inovasi Perpustakaan (SNIPer) yang diselenggarakan Forum Pustakawan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) kota Lampung. Dalam acara tersebut tersimpul bahwa dalam memasuki perubahan iklim informasi era digital, pustakawan harus membukan mata hati untuk bersinergi dengan perubahan. Perpustakaan dan pustakawan harus dapat menakar ulang seberapa besar perannya dalam retrospeksi dan reposisi di era disrupsi teknologi.

Setelah seharian berkutat dengan acara tersebut, saya langsung menuju hotel tempat saya menginap yang kebetulan di depannya terdapat sebuah kedai kopi ala lampung yang sangat menggoda untuk disinggahi. Selapas magrib telepon saya berdering dan ternyata seorang alumni dari tempat saya bekerja menghubungi saya untuk sekedar bersua. Saya janjikan untuk bertemu di kedai kopi yang berada tepat di depan kamar hotel tempat saya menginap yang memang sudah dari awal sangat menggelitik bathin saya untuk berkunjung. Benar saja, dia mengajak bertemu di tempat tersebut dan membawa rasa bahagia dalam hati saya.

Pustakawan Singkong?

Dalam pertemuan tersebut diawali dengan munculnya seorang pelayan yang membawakan buku menu yang tebal dan tercetak sangat menarik. Dalam waktu yang singkat sahabat saya langsung memesan secangkir kopi dan sepiring singkong. Sayapun terheran-heran. Bagaimana bisa, seorang dokter spesialis anak kok hanya memesan sepiring singkong? Kenapa tidak makanan lain yang menyehatkan? Semua memang tergantung selera.

Obrolan dimulai. Saya langsung berseloroh, kok pesannya singkong, tidak makanan lain yang menyehatkan? Ini favorit saya, jawabnya. Sayapun bercerita mengenai profesi saya sebagai pustakawan dan menghubungkan dengan suasana setempat, yaitu singkong. Dok, hidup saya (pustakawan) yang hanya bermodalkan kuliah dan setiap hari melakukan rutinitas itu seperti singkong lho. Saya dituntut untuk bekerja di perpustakaan dengan keilmuan yang cetek  untuk melayani pemustaka dengan segala aturan baku. Pekerjaan hanya duduk, menunggu buku, menunggu ruangan yang sunyi senyap tanpa suara, meskipun terdapat banyak pengunjung. Leher saya seolah terasa kaku karena harus mengikuti aturan tersebut. Itulah diri saya (pustakawan) dengan keilmuan yang pas-pasan, yang tidak up to date. Inilah saya, pustakawan singkong.

Ilmu kepustakawanan yang sangat dasar dan belum mengikuti perkembangan zaman tidak akan menghasilkan pelayanan yang sempurna. Apalagi hanya bermodal ilmu yang didapatkan waktu kuliah. Ingat!!!! Ilmu perpustakaan terus berkembang dan berubah seiring dengan adanya perubahan iklim teknologi informasi. Maka, apabila pustakawan tidak mau merubah diri dan mengikuti perkembangan zaman, sudah otomatis pustakawan akan terdampak disrupsi teknologi. Pustakawan ibarat singkong rebus. Bagus dalam penampilan namun terasa hambar dan mencekik tenggorokan apabila dikonsumsi.

Pengembangan Identitas Pustakawan layaknya Singkong Keju?

Dalam menyajikan makanan, seorang koki harus pandai dalam mengkombinasikan menu suapaya terasa lebih nikmat untuk penggemarnya. Olahan singkongpun seperti itu, akan lebih menarik apabila dikombinasi dengan keju sebagai topping. Singkong akan terasa lebih sedap, gurih, nikmat dan menagih. Singkong inilah yang akan bernilai komersial tinggi. Tak hanya disajikan di rumah, tetapi bisa menembus pasaran papan atas seperti kafe dan restoran. Begitu juga pustakawan. Dalam perubahan iklim informasi era digital, bisa  dilihat secara gamblang tipe pustakawan itu. Singkong atau singkong keju?

Pustakawan harus bisa menjawab tantangan dalam perubahan agar tidak ditinggalkan oleh pemustaka. Apakah tantangan pustakawan di zaman now? Tak  dipungkiri perubahan iklim informasi era digital melanda semua kalangan dan adaptasi oleh masyarakat. Perubahan ini merupakan kebutuhan manusia modern, di mana hampir semua aspek kehidupan ditunjang dengan perkembangan teknologi digital yang canggih yang mengutamakan profesionalisme, kecepatan, ketepatan, entertiainment dan smart device. Semua menganulir perubahan ini sangat penting dan diikuti untuk menunjang kebutuhan mereka, terutama dalam dunia kerja. Perkembangan ICT seperti teknologi 4G LTE, perkembangan komunikasi super canggih dalam berbagai fitur, perkembangan operating system dan Big Data juga sangat berperan dalam perubahan dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Semua menjadi mudah, praktis, cepat, tepat dan porfesional.

Transformasi dan Disrupsi

Transformasi ini juga disambut berbagai industri, pemerintahan, lembaga pendidikan bahkan perpustakaan. Semua berusaha untuk menyesuaikan zaman supaya selaras dengan perubahan iklim informasi era digital yang menantang. Contoh, transformasi teknologi digital oleh industri besar sektor manufaktur, akan tetapi masih tidak sejalan dengan peningkatan kompetensi tenaga kerja dan mengakibatkan banyak tenaga kerja yang terpangkas secara perlahan karena kurangnya kompetensi mereka akbibat disrupsi digital ( Kompas, Sabtu 24 November 2018 halaman 1 ).

Contoh lain adalah disrupsi teknologi pada perusahaan pengelola jalan tol. Lihatlah kisah mereka. Jalan favorit para pengendara yang ingin melintas dengan cepat dan tepat waktu, dulu dijaga oleh pegawai di setiap pintu sehingga membutuhkan SDM yang banyak untuk memperlancar arus kendaraan sistem cepat tanpa macet. Ribuan tenaga dibutuhkan dalam operasional setiap harinya. Tapi keadaan sekarang bagaimana? Mereka terdampak disrupsi teknologi tanpa ampun. Mereka yang berjumlah ribuan, tiba-tiba harus diberhentikan dan digantikan dengan mesin pembaca barcode. Benda kecil yang praktis untuk menjalakan oprasional sesuai harapan manajemen. Lalu mereka dikemanakan? Apakah mereka masih bekerja atau di PHK? Sungguh malang nasib mereka.

Apakah nasib pustakawan akan berujung sama seperti mereka? Bisa jadi iya. Apabila pustakawan masih pasif, tidak mau memperbaharui ilmu, maka lambat laun mereka akan tersingkir layaknya pekerja jalan tol. Betapa tragis dan memilukan apabila hal tersebut benar terjadi. Pustakawan dapat belajar dari hal tersebut. Bahwa kebutuhan manusia saat ini tertuju pada perubahan yang sangat besar. Dan di sinilah peran profesional pustakawan harus ditunjukkan.

Pustakawan harus up to date, menerima, memaknai dan menjalankan perubahan dengan sikap dan tindakan nyata melalui karya-karya dan inovasi bidang kepustakawaan. Pustakawan harus menyesuaikan perkembangan dan meningkatkan profesionalitas bidang teknologi, manajemen, relationship, membangun daya saing dengan menyajikan konten digital yang beragam. Pustakawan harus menjadi partner informasi generasi milenial melalui pelaksanaan tupoksi yang dijalankan secara optimal. Merekalah pustakawan singkong keju, pustakawan peka zaman yang sangat menggoda untuk dikunjungi oleh pemustaka. Salam literasi

Masih alergi dengar kata kampanye? Eits, jangan dulu. Yang ini berbeda lho. Bukan kampanye yang berbau politik, apalagi sara. Ini adalah kampanye yang akan dapat menyehatkan jiwa raga setiap manusia Indonesia dengan asupan gizi berupa kecerdasan dan intelektualitas masyarakat dengan menyerukan ajakan baca tulis dan melek informasi. Kampanye ini tidak perlu mengajak massa untuk mengendarai kendaraan bermotor yang bersuara lantang dan penuh gebar-geber mengelilingi kota. Tak perlu atribut dan spanduk yang banyak untuk mendukungnya. Ini adalah kampanye literasi.

Kampanye ini tak harus layaknya kampanye pilpres, namun lebih praktis dan mudah untuk dilakukan. Mengumpulkan massa boleh, tetapi bukan suatu keharusan. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam aktivitas sehari-hari seperti menulis status di media sosial, pasang poster di instagram, menulis opini di surat kabar, share group medsos, menulis blog dsb. Ajakan ini bisa diterapkan dalam setiap kegiatan sosial apapun karena tidak mengandung unsur politik, unsur agama, apalagi isu sara. Namun mengajak kepada masyarakat untuk lebih selektif terhadap informasi yang sedang hangat di musim pilpres. Dengan demikian masyarakat akan tahu, apa manfaat dan kegunaan kampanye literasi di musim pemilihan presiden.

Kampanye Pilpres

Berbicara kampanye belakangan ini memang sangat menarik. Musim kampanye politik diajang PEMILU 2019-2024 dimulai. Jadi lebih menarik dan bikin penasaran kan? Apa sih kampanye itu? Kampanye adalah aktivitas komunikasi yang ditujukan  ntuk  memengaruhi  orang  lain  agar  seseorang  memiliki  wawasan,  sikap  dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi (Cangara, 2011:223). Dalam kampanye pilpres pasti akan mengajak dan mempengaruhi massa dengan memberikan wawasan sesuai kehendak pelaku kampanye untuk memilih calon yang digadangnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan siapa-siapa yang akan menjadi Capresdan Cawapres yang berhak dipilih dalam pesta rakyat tahun 2019. Adalah pasangan Jokowi-Amin di urutan nomor 1 dan pasangan Prabowo-Sandi di urutan nomor 2. Mereka adalah dua pasangan cepres-cawapres yang akan bertanding di 14 april 2019 mendatang untuk memperebutkan jabatan sebagai RI 1 dan RI 2 dalam 5 tahun ke depan. Bagaimana masa depan bangsa Indonesia nanti, ada di tangan mereka dengan program kerja yang telah dirancang dan dikampanyekan kepada masyarakat.

Program kerja sudah digodog oleh timses masing-masing kandidat untuk dikampanyekan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan menunjukkan kelebihan para kandindat. Timses Jokowi-Amin mengusung program sistem ekonomi nasional berbasis Pancasila. Dengan misi membangun infrastruktur dan reformasi struktural dalam 4 tahun terakhir diklaim menjadi fondasi bagi perekonomian nasional. Mereka menyampaikan strategi dengan melakukan sosialisasi capaian prestasi dan keberhasilan ekonomi kandindat incumbent, seperti infrastruktur. Sedangkan timses Prabowo-Sandi mengkapanyekan program yang lebih fokus dalam masalah ekonomi, demi terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, religius, berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional serta kuat di bidang budaya.

Setelah masa kampanye ditetapkan, kedua kandindat pun memulai mengajak dan mempengaruhi masyarakat dengan menyerukan program kerja masing-masing. Mulai dari pintu ke pintu, kelompok masyarakat dan seluruh elemen menjadi sasaran program yang telah mereka canangkan. Dalam hal kampanye literasipun sama. Di mana pustakawan akan mengajak dan  mempengaruhi masyarakat dengan memberikan wawasan, gambaran sikap dan perilaku. Menyerukan manfaat dan kegunaan membaca, menulis serta cara memanfaatkan informasi untuk menciptakan dampak tertentu sesuai tupoksi para pustakawan. Memberitahukan kepada masyarakat akan pentingnya informasi yang sehat dan benar dengan tujuan terciptanya masyarakat melek informasi,berwawasan dan berpengetahuan luas.

Kampanye Literasi Musim Pilpres

Kampanye literasi di musim pilpres adalah keharusan yang mendesak. Mengingat banyaknya kasus penyimpangan, perpecahan, isu sara, kampanye hitam (black campaign), teror, intimdasi, propaganda dll dalam kampanye pilpres. Kasus-kasus tersebut biasanya terjadi melalui berita dan penyebaran informasi seperti orasi kampanye, ajakan melalui pamflet, poster, berita bohong / hoaks dan pesan berantai di medsos. Banyak kejadian yang kadang dihubung-hubungkan dengan kegiatan kampanye politik, baik yang positif maupun yang negatif. Terjadi aksi penggorengan dan timbul istilah dipelintir atas beberapa kasus yang berkembang di masyarakat.

Di sinilah peran pustakawan dibutuhkan untuk ikut menyerukan informasi sehat untuk membentengi masyarakat dari ketidakpastian berita. Peran ini dapat dilakukan dalam rutinitas sehari-hari dengan mempengaruhi massa untuk membanca, menulis, memberikan pengertian dan penegakan berita haoks kepada masyarakat. Media kampanye pun bervariasi sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat. Bisa personal, dalam kegiatan sosial, pengajian, aplikasi medsos, menulis opini dan membuat acara untuk kampanye literasi dalam diskusi dan seminar. Dengan adanya edukasi informasi melalui kampanye literasi semoga tercipta kampanye pilpres yang sehat, mendidik dan membangun untuk mendapatkan Presiden terpilih yang benar-benar bisa menjalankan amanah dalam kepemimpinan di Indonesia. Inilah pesta demokrasi Indonesia yang bersih, jujur dan adil. Salam Literasi.